Ilustrasi Logo Angry Birds yang retak dan memudar, dengan siluet burung merah menatap cakrawala yang kosong

Understanding the Cause of Angry Birds Death

Dipublikasikan pada 6 Agustus 2025

Bangkit dan Runtuhnya Burung Pemarah

Pada tahun 2009, dunia game mobile diguncang oleh sebuah permainan sederhana namun adiktif: Angry Birds. Dengan konsep melempar burung ke struktur musuh (babi hijau), game ini menjadi sensasi global. Tapi dua dekade kemudian, franchise ini hampir terlupakan. Apa yang membunuh Angry Birds? Kenapa game yang pernah punya film, mainan, dan taman hiburan ini menghilang dari budaya pop?

Kebangkitan Angry Birds

Dirilis oleh studio asal Finlandia, Rovio Entertainment, Angry Birds diluncurkan pertama kali untuk iOS pada Desember 2009. Popularitasnya melesat berkat gameplay yang simpel, visual kartun yang lucu, serta model bisnis satu kali bayar (premium).

Game ini menyentuh lebih dari 500 juta unduhan dalam waktu dua tahun—angka yang luar biasa untuk masa itu. Angry Birds menjadi fenomena budaya, dengan merchandise mulai dari boneka hingga kaus, bahkan mendapat dua adaptasi film animasi layar lebar.

Puncak Kesuksesan: Lebih dari Sekadar Game

Pada awal 2010-an, Angry Birds tidak hanya sebuah game—ia adalah brand global. Rovio menyebut dirinya sebagai "next Disney". Mereka membuka taman bermain bertema Angry Birds di beberapa negara, menjual lisensi ke berbagai merek, dan memproduksi serial animasi.

Rovio bahkan go public (IPO) di tahun 2017 di Bursa Efek Helsinki. Namun sejak saat itu, grafik kesuksesan mereka mulai menurun.

Faktor-Faktor yang Membunuh Angry Birds

Banyak faktor yang menyebabkan franchise ini kehilangan pamor. Beberapa di antaranya bersifat internal, lainnya karena perubahan di industri game secara keseluruhan.

1. Pasar Mobile yang Berubah

Ketika Angry Birds diluncurkan, model bayar satu kali (premium) masih mendominasi. Namun seiring waktu, game mobile bergeser ke model free-to-play dengan in-app purchase. Game seperti Clash of Clans dan Candy Crush mendominasi karena bisa dimainkan gratis.

Rovio lambat beradaptasi. Versi-versi baru Angry Birds akhirnya ikut mengadopsi model free-to-play, tapi banyak fans lama kecewa dengan sistem energi, iklan, dan monetisasi yang agresif.

2. Terlalu Banyak Spin-Off

Setelah kesuksesan awal, Rovio meluncurkan puluhan varian: Angry Birds Seasons, Rio, Space, Star Wars, Transformers, dan lain-lain. Alih-alih memperkuat brand, langkah ini justru membuat franchise kehilangan fokus dan orisinalitas.

Game-game tersebut mulai terasa seperti pengulangan, dan pengguna mulai bosan. Franchise ini mengalami overexposure — terlalu banyak hadir, hingga kehilangan daya tarik.

3. Kurangnya Inovasi Besar

Angry Birds tetap setia dengan gameplay dasar: tarik, bidik, hancurkan. Tapi ketika pasar berkembang, gamer menginginkan sesuatu yang lebih kompleks dan baru. Sementara kompetitor berinovasi dengan game multipemain, elemen RPG, dan dunia terbuka, Angry Birds tetap berada di zona nyaman.

4. Gagal Memanfaatkan Film sebagai Rebound

Film Angry Birds (2016) sukses secara finansial, tapi tidak cukup untuk menghidupkan kembali minat terhadap game-nya. Banyak penonton bahkan tidak tahu bahwa film tersebut berasal dari game. Adaptasi ini terasa terlambat, di mana hype Angry Birds sudah lewat.

5. Kompetitor yang Lebih Gesit

Developer seperti Supercell (Clash of Clans, Brawl Stars) dan King (Candy Crush) menguasai pasar dengan strategi yang lebih efektif: event musiman, komunitas aktif, dan pembaruan rutin. Angry Birds tidak mampu bersaing dalam hal retensi pengguna.

Langkah Aneh: Menghapus Game Asli

Pada 2023, Rovio secara mengejutkan menarik game asli Angry Birds dari Google Play Store. Mereka menggantinya dengan versi free-to-play bernama “Red’s First Flight.” Fans lama merasa dikhianati. Padahal game original adalah simbol kesuksesan mereka.

Rovio mengklaim bahwa keputusan ini diambil karena versi original dianggap “mengganggu performa game free-to-play” mereka. Tapi publik melihatnya sebagai penguburan sejarah oleh perusahaan sendiri demi keuntungan jangka pendek.

Apakah Angry Birds Sudah Mati?

Tidak sepenuhnya. Angry Birds masih memiliki basis pengguna, dan beberapa game barunya masih dimainkan. Tapi sebagai ikon budaya global? Daya cengkeramnya jauh lebih lemah dibanding 10 tahun lalu.

Rovio telah diakuisisi oleh Sega pada tahun 2023, memberi sinyal bahwa perusahaan membutuhkan strategi baru untuk bertahan. Masih ada peluang bagi Angry Birds untuk bangkit—tapi itu membutuhkan keberanian untuk keluar dari pola lama dan berinovasi.

Pelajaran dari Kematian Angry Birds

Kasus Angry Birds adalah studi klasik tentang bagaimana sebuah produk luar biasa bisa jatuh karena:

  • Gagal membaca perubahan pasar
  • Monetisasi yang mengecewakan fans
  • Kehilangan arah kreatif
  • Terlalu percaya pada kejayaan masa lalu

Ini juga jadi pengingat bagi developer lain bahwa popularitas bukan jaminan umur panjang. Di dunia digital yang cepat berubah, relevansi adalah mata uang utama.

Kesimpulan

Angry Birds bukan dibunuh oleh satu pelaku. Ia mati pelan-pelan akibat kombinasi kesalahan strategi, perubahan industri, dan kehilangan kepercayaan pengguna. Meski begitu, warisannya masih dikenang sebagai pionir game mobile yang menyatukan dunia dalam satu layar kecil dan burung pemarah.

Akankah ia kembali? Waktu yang akan menjawab. Tapi yang pasti, kebangkitan hanya mungkin jika mereka belajar dari kejatuhan.

Categories: Personal